A'yat Khalili (Lahir di Kabupaten Sumenep, Pulau Madura, 10
Juli 1991; umur 28 tahun) adalah penulis berkebangsaan Indonesia.
Karya-karyanya berupa puisi, cerita pendek, esai dan catatan perjalanan
tersebar di berbagai media massa, juga banyak mendapat penghargaan karya dan
pemenang lomba sastra tingkat nasional maupun Asia Tenggara. Pada tahun 2019,
ia menerima Penghargaan Terbaik Piala HB Jassin dari Bengkel Deklamasi Jakarta
yang bekerja sama dengan Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin dan Pemda DKI
Jakarta, juga salah seorang penulis yang mendapat penghargaan dari Dinas
Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta dan Yayasan Hari Puisi 2019
kategori cipta puisi. Ia juga pernah diundang menghadiri Musyawarah Nasional
Sastrawan Indonesia (MUNSI) II tahun 2017 di Jakarta dan Pertemuan Penyair
Nusantara ke-VI di Jambi tahun 2012 & ke-XI di Kudus tahun 2019. Ia
merupakan salah satu penulis yang tergabung dalam komunitas pergerakan Puisi
Menolak Korupsi (PMK) dan Komunitas Negeri Poci.
A’yat Khalili memiliki nama asli Khalili, lahir di pedalaman
Kampung Telenteyan, Desa Longos, Gapura, Sumenep, 10 Juli 1991. Karier dunia
tulis-menulis dimulai dari kesukaannya menulis catatan harian dan lirik lagu
sejak duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Yayasan Abdullah
(YAS’A) Pangarangan (2004-2006). Dari aktivitas menulis yang dilakoni secara
tekun, ia tergabung dalam komunitas Debat-Tulis kala itu. Kemudian dia
meneruskan ke Pondok Pesantren Annuqayah, Daerah Latee, dan sekolah Madrasah
Aliyah 1 Annuqayah, Guluk-Guluk (2006-2009). Di sana, dia merintis komunitas
Rumah Sastra Bersama (RSB), bergabung dengan komunitas Bengkel Puisi Annuqayah
(BPA) dan menjadi pewarta Harian Online Kabar Indonesia (HOKI).
Sejak itu, dia mulai menulis di berbagai media, mulai koran
lokal seperti Radar Madura, dan juga koran dan majalah nasional seperti Majalah
Sastra Horison, Majalah Gong, Kompas Muda, Jawa Pos, Sahabat Pena, Majalah
Kuntum, Media Jawa Timur, Radar Surabaya, Majalah Annida, Kendari Pos, Majalah
Sagang, Majalah Bende. Tetapi, dia lebih sering mengirimkan karyanya untuk
mengikuti lomba atau seleksi penghargaan dengan alasan terbatasnya media cetak
yang sampai ke pesantren kala itu.